Dengan tema “Menapaki Jejak, Menyusuri Alam dalam Kemurnian Tradisi Suku Baduy, IWABRI Tingkat Wilayah Jakarta 3 memutuskan untuk mengadakan pertemuan dalam bentuk kegiatan outdoor di Kampung Baduy. Kebetulan tempat tersebut termasuk dalam wilayah Jakarta 3 yaitu di Kabupaten Lebak – Banten. Dengan dibantu oleh cabang-cabang di sekitar lokasi, panitia pelaksana berupaya untuk mengenalkan suku Baduy yang terisolasi ini sebagai bagian dari masyarakat Banten dan juga sebagai bagian dari BRI Jakarta 3.
Di depan tugu selamat datang, kami disambut oleh anak-anak Suku Baduy yang berseragam lengkap khas daerah mereka yaitu biru dan hitam. Anak laki-laki menggunakan baju hitam dengan ikat kepala batik biru, sedangkan anak perempuan menggunakan baju hitam dan sarung batik biru. Anak-anak ini sangat antusias menyambut kami dan bersukacita untuk berfoto bersama, tidak lupa dengan mengangkat tiga jari khas Jakarta 3. Kami semua menggunakan dresscode Army untuk menyesuaikan dengan kondisi alam yang akan kami jelajahi bersama.
Selanjutnya kami disambut oleh Bapak Jaro/Kepala Desa selaku pemimpin adat di Kampung Baduy beserta jajarannya, diiringi dengan alunan lembut musik angklung berhiaskan padi oleh para pemuda dan anak laki-laki. Rombongan pemusik dan penari ini terus memainkan angklung sepanjang prosesi penyambutan. Kami menyempatkan berfoto bersama dengan mereka dan merekapun tampak gembira menyambut rombongan kami.
Prosesi penyambutan diawali dengan pengalungan syal tenun Baduy yang dibuat secara homemade oleh mereka sendiri. Ny.Heny Dedi Sunardi selaku Ketua IWABRI Tingkat Wilayah Jakarta 3 menerima pengalungan tersebut sebagai bentuk penghormatan dari mereka dan sebagai tanda selamat datang memasuki wilayah mereka. Warga Kampung Baduy menyebut diri mereka sebagai Urang Kanekes dan bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung – Banten. Topografi yang akan kami jelajahi berupa bukit dan dataran bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%.
Perjalanan diawali dengan tanjakan ke arah rumah Jaro, dimana awal kegiatan kami ternyata sudah dimulai dengan berjalan kaki cukup panjang dengan mendaki. Meskipun sulit dan lelah, apalagi kebanyakan dari kami tinggal dengan segala kemudahan fasilitas, namun tawa dan kegembiraan ternyata terus ada diantara kita semua. Rasa senang bersilaturahim telah menghilangkan penat dan lelah pada diri kita.
Begitu sampai di lokasi rumah Jaro, kami disambut tarian dan musik dari mereka. Kami menyempatkan beristirahat dan foto bersama sebelum memasuki areal kampung Baduy yang cukup luas.
Berikutnya adalah perjalanan memasuki kehidupan “Urang Kanekes”, kami dibawa oleh tour guide yang merupakan penduduk asli dan masing-masing membawa tongkat kayu untuk berjaga-jaga bila ada kesulitan menghadapi kondisi jalan tanah yang agak basah karena hujan. Urang Kanekes tegas mengikuti adat istiadat, namun tetap menjalin hubungan dagang dengan orang luar. Menurut cerita turun temurun, mereka adalah keturunan orang-orang yang diutus raja untuk menjaga kawasan suci yaitu hutan sekitar. Kebudayaan yang mereka anut adalah Kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan.
Perjalanan yang sangat berkesan di hati kami semua, mengenal salah satu kekayaan tanah air berupa kebudayaan yang murni dengan alam asri yang indah. Berikut ini adalah rekaman video perjalanan kami di sana :